Sunday, December 4, 2011

Antara Presiden, Imam dan Mukmin Sejati!

BAIK dan tidaknya jama’ah, makmum (ummat) tergantung kepada Imam.
Bila Imamnya baik (tegas, disiplin, berwibawa) maka makmumnya (ummat, jama’ah)nya akan baik. Bila Imamnya buruk/jelek (tak tegas, tak disiplin, tak berwibawa) maka makmumnya akan buruk/jelek.

Baik tidaknya suatu organisasi tergantung kepada pemimpin. Bila pemimpinya baik, maka organisasinya akan baik. Bila Pemimpinnya buruk/jelek, maka organisasinya akan buruk/jelek.

Baik tidaknya suatu pasukan juga tergantung kepada Komandan. Bila Komandannya baik, maka pasukannya akan baik. Bila komandannya buruk/jelek, maka pasukannya akan buruk/jelek.

Begitu juga baik tidaknya suatu Negara/pemerintahan tergantung kepada Kepala Negara. Bila Kepala Negaranya baik, maka Negara/pemerintahannya akan baik. Bila Kepala Negaranya buruk/jelek, maka Negara/pemerintahannya akan buruk/jelek. Kepala Negara haruslah tegas, disiplin, adil, berwibawa, tak curang, tak culas, tak korup, tak aniaya.

Kalau begitu, sebenarnya apa sih yang dicari Pak Presiden?

Sebagai Kepala Negara (Pemerintah) sesuai dengan amanat Pembukaan UUD-1945 tentu saja yang dicari adalah kesejahteraan, keadilan, Kedamaian bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan sesuai amanat pasal 33-34 UUD-45, maka seluruh kekayaan negara akan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Kepala Negara (Pemerintah) bukan untuk mencari kekayaan, ketenaran, keprokan, sanjungan, kemewahan diri dan keluarga serta kolega. Kepala Negara (Pemerintah)
berorientasi pengabdian kepada rakyat, bukan berorientasi kekuasaan.

Dari sudut pandang Islam, yang dicari Kepala Negara (Pemerintah) tak bedanya dengan yang dicari oleh rakyat umumnya, yaitu ridha, kasih sayang Allah. Dan sesuai dengan tuntunan Islam, maka Kepala Negara (Pemerintah) itu haruslah bertakwa kepada Allah. Takut kepada Allah.
Muraqabah (waspada) kepada Allah. Menyingkirkan yang akan menyebabkan murka Allah. Memelihara rakyat. Memanfa’atkan fasilitas untuk mengingat (berdzikir) kepada Allah. Ingat nama dan perintah Allah.

Ingat bahwa kelak akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semuanya kepada Allah.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah berbuat ihsan (kebaikan) kepada rakyat. Peduli akan kebutuhan rakat. Menegakkan keadilan. Membela/memenuhi hak rakyat. menjaga batas/larangan dan suruhan Allah. Mempertahankan hak milik rakyat. Membela kepentingan dan kehormatan rakyat. Menjaga darah rakyat agar jangan tertumpah.
Menertibkan/menenteramkan kehidupan rakyat. Mengupayakan agar rakyat berasa senang.

Kepala Negara (Pemerintah) haruslah tak sampai berpaling dari Allah. Menghadapkan semuanya kepada Allah. Menjadikan Allah sebaga wali/pemimpin dalam segala hal. Menjadikan urusan rakyat menjadi masalah utama.

Kepala Negara haruslah mengerjakan shalat pada waktunya. Menghidupkan shalat berjama’ah. Mengerjakan sunnah Rasulullah saw. Mengikuti sunnah Salafus Saleh.

Kepala Negara Pemerintah) haruslah meluruskan tujuan. Mendirikan hak Allah. Tidak menyimpang dari keadilan.

Ia harus menghormati yang paham/mengerti agama. Memuliakan Quran, Kitabullah. Mengamalkan isi Quran. Ia juga harusnya haruslah mengerjakan segala pekerjaaan dengan ihtisabaa/perhitungan/kalkulatif. Tidak lalai mencari kebahagiaan akhirat. Banyak-banyak memohon kepada Allah. Banyak berbuat kebajikan dan pertolongan. Berteman dengan Wali Allah.

Kepala Negara haruslah tak segan mendatangi orang yang mulia. Meminta petunjuk dan nasehat kepada orang yang mulia. Lebih-lebih haruslah berbaik sangka kepada Allah. Ikhlas dalam segala pekerjaan dan menjalankan kepemimpinan di dalam garis agama. Mengambil Sunnah sebagai pedoman. Menjauhi bid’ah dan syubhat. Menepati/memenuhi janji.

Menghargai kebijakan orang. Menjaga lidah. Tidak curang. Tidak berbohong. Benci kepada pembawa/pembisik fitnah. Itulah ciri pemimpin.

Kepala Negara dan pemerintah haruslah mengharap wajah Allah semata di dalam segala pekerjaan. Menjunjung tinggi titah Allah. Mengharap pahala Allah di akhirat. Menjahui hawa nafsu. menegakkan kebenaran (Simak Prof Dr Hamka : “Lembaga Budi”, terbitan Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal 38-48, “Budi Orang Yang Memegang Pemerintahan”).

Kepala Negara bukan untuk memperalat/mengibuli rakyat atau memanipulasi dan memperbudak rakyat. Apalagi menjadikan rakyatnya kacung bangsa asing. (Simak B Soelarto: “Tjerita Pentas: Domba-Domba Revolusi”, SASTRA, No.8/9, Th.II, 1962, tentang “Sikap Mental Politikus”).

Jadilah Muslim Sejati

Dari sudut pandang Islam, yang dicari Muslim sejati tak bedanya dengan yang dicari oleh rakyat umumnya, yaitu ridha, kasih sayang Allah. Dan sesuai dengan tuntunan Islam, maka Muslim sejati itu haruslah bertakwa kepada Allah. Takut kepada Allah. Muraqabah (waspada) kepada Allah. Menyingkirkan yang akan menyebabkan murka Allah. Memelihara rakyat. Memanfa’atkan fasilitas untuk mengingat (berdzikir) kepada Allah. Ingat nama dan perintah Allah. Ingat/sadar bahwa kelak akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semuanya kepada Allah.

Muslim sejati haruslah berbuat ihsan (kebaikan) kepada rakyat. Berbuat adil, membela/memenuhi hak rakyat, serta menjaga batas/larangan dan suruhan Allah.

Dr Muhammad Ali al-Hasyimi: “Menjadi Muslim Ideal : Pribadi Islami Menurut al-Quran dan as-Sunnah” [The Ideal Muslim : The True Islamic Personality as difined in The Quran and Sunnah], terbitan MitraPustaka, Yogyakarta, 1999); Prof Dr Hamka : “Lembaga Budi”, terbitan Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal 38-48, “Budi Orang Yang Memegang Pemerintahan,” mengatakan, Muslim sejati haruslah tak sampai berpaling dari Allah. Ia harus menghadapkan semuanya kepada Allah. Menjadikan Allah sebagai wali/pemimpin dalam segala hal. Menjadikan urusan rakyat menjadi masalah utama.

Muslim sejati haruslah mengerjakan shalat pada waktunya. Menghidupkan shalat berjama’ah. Mengerjakan sunnah Rasulullah saw. Mengikuti sunnah Salafus Saleh.

Muslim sejati haruslah meluruskan tujuan. Mendirikan hak Allah. Tidak menyimpang dari keadilan.

Muslim sejati haruslah menghormati yang paham/mengerti agama. Memuliakan Quran, Kitabullah. Mengamalkan isi Quran.

Sebagai Muslim sejati sesuai dengan amanat Pembukaan UUD-1945 tentu saja yang dicari adalah kesejahteraan, keadilan, kedamaian bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan sesuai amanat pasal 33-34 UUD-45, maka seluruh kekayaan negara akan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Muslim sejati bukan untuk mencari kekayaan, ketenaran, tepok tangan, sanjungan, kemewahan diri dan keluarga serta koleganya.Muslim sejati hanya berorientasi pengabdian kepada rakyat dan keridhoan Allah SWT, bukan berorientasi kekuasaan.*

Asrir Sutanmaradjo, Penulis tinggal di Bekasi

No comments:

Post a Comment

 

Blogger news

Blogroll

About